Jenis Cacing Tanah Lengkap Dengan Ciri-cirinya
pada 21.14
Mengenal Berbagai Macam dan Jenis Cacing Tanah Yang Bisa Dibudidayakan dan Tips Cara Memelihara Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Cacing tanah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan (anterior) dan bagian belakang (posterior), Dibagian depan ada mulut dan klitelum, dibagian belakang ada anus/ dubur. Cacing tidak memiliki kerangka luar, karena seluruh tubuhnya dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar). Cacing tidak memiliki alat gerak. Cacing tidak memiliki mata. Sebagai pengganti mata, cacing mempunyai prostomium, yaitu organ syaraf perasa yang berbentuk seperti bibir yang menutupi mulutnya.
Untuk dapat bergerak cacing menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Lendir ditubuhnya memudahkan dia bergerak dalam tanah. Ditubuhnya terdapat yang sebut seta, seta adalah sejenis rambut yang relatif keras dan pendek, seta menempel pada tubuh cacing dan seta mempunyai daya lekat yang kuat, sehingga cacing dapat melekat kuat pada satu benda.
Cacing Lumbricus Rubellus
Ciri Fisik : Panjang tubuh maksimal 7,5 sampai 9 cm, Warna tubuhnya merah kecoklatan, Bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor tumpul dan berwarna kuning, Gerakannya lamban
Cacing African Night Crawler (ANC)
Ciri Fisik :
Panjang tubuh maksimal 30 sampai 35 cm , Warna tubuhnya merah kecoklatan , Bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor runcing dan berwarna pucat, Gerakannya lamban
Cacing Perionyx Excavatus
Ciri Fisik : Panjang tubuh maksimal 20 sampe 25 cm, Warna tubuhnya merah coklat kebiru biruan, Bentuk tubuh bulat, Gerakannya lincah
Cacing Tiger (Eisenia Fetida)
Ciri Fisik:
Panjang tubuh maksimal 10cm, Warna tubuhnya merah kecoklatan dengan garis tubuh atau segmen terlihat jelas, Bentuk ekor tumpul dan berwarna kuning
Cara Budidaya dan Manfaat Cacing Tanah
CACING tanah termasuk hewan tingkat rendah, karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) dan termasuk kelas Oligochaeta. Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi kita, terutama bagi masyarakat di perdesaan. Di balik bentuknya yang menjijikkan, ternyata hewan ini mempunyai potensi sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Anda mungkin tidak tahu, bahwa ternyata banyak yang membutuhkan cacing ini. Bahkan, di pasar luar negeri kebutuhan cacing tanah cukup besar. Korea Selatan misalnya, membutuhkan cacing tanah sekitar 35.000 ton per bulan untuk dijadikan pakan ayam.
Untuk keperluan pasar ekspor ini, cacing tanah bukan hanya dijadikan sebagai pakan ternak tetapi juga sebagai bahan baku lain. Di Cina, cacing jenis ini digunakan sebagai obat tradisional. Di Prancis dan Italia, cacing ini dijadikan bahan kosmetika untuk menghaluskan dan melembutkan kulit.
Sementara di Jepang dan beberapa negara Eropa, dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Di Indonesia sendiri, cacing tanah sudah mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.
Dengan aspek ekonomisnya yang cukup menjanjikan, bahkan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, tak salah jika saat ini banyak masyarakat yang membudidayakannya.
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
Berbagai Manfaat Melihat berbagai manfaat inilah, maka cacing tanah jika dikelola secara baik dan benar bisa menjadi usaha yang lumayan menguntungkan. Jika Anda mampu mengolah proses produksi sejak hulu hingga hilir, tentu keuntungan bisa makin berlipat.
Yang pertama kali harus dilakukan dalam membudidayakan hewan ini adalah persiapan sarana dan peralatan. Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat.
Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Di dalamnya, dibuat rak-rak bertingkat sebagai wadah-wadah pemeliharaan.
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah, kotoran hewan, dedaunan/buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran, kardus, kayu lapu, bubur kayu.
Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air, kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.
Kemudian yang tak kalah penting adalah proses pembibitan. Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
Sebaiknya, dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan pengembangbiakan dalam jumlah yang besar. Namun, bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yang diperoleh dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
Bibit Cacing Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada, tidaklah sekaligus dimasukkan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit.
Beberapa bibit cacing tanah diletakkan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media.
Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah, berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya, bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media.
Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor.
Diperkirakan, 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
Pakan Untuk pemeliharaannya, yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 kg.
Secara umum, pakan cacing tanah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan, adalah pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender. Bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.
Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah.
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).
Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya.
Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikkan sarang. Di balik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang di balik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.
Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas.
Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan siap di panen. Mudah bukan? Anda tertarik untuk membudidayakannya? (Dela SY, berbagai sumber-12)
Cacing yang sudah banyak dibudidayakan adalah Cacing Lumbricus Rubellus, Cacing Africa, Cacing Biru ( Perionyx ) dan Cacing Tiger ( Eisenia Fetida). Keempat jenis cacing tanah ini pada umumnya mereka memiliki ciri-ciri yg sama yaitu : Cacing tidak memiliki tulang belakang atau avertebrata. Makanya sering disebut binatang lunak.Beternak Cacing Tanah saat ini sedang menjadi trend dikalangan peternak sapi karena terbukti mampu menambah penghasilan sebagai sampingan usaha peternakan sapinya. Kotoran sapi yang melimpah merupakan media yang sangat bagus untuk beternak cacing.
Diperkirakan, 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.Sebelum beternak cacing sebaiknya kenali terlebih dahulu berbagai macam jenis cacing tanah yang bisa diternakkan atau dibudidayakan.
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Cacing tanah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan (anterior) dan bagian belakang (posterior), Dibagian depan ada mulut dan klitelum, dibagian belakang ada anus/ dubur. Cacing tidak memiliki kerangka luar, karena seluruh tubuhnya dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar). Cacing tidak memiliki alat gerak. Cacing tidak memiliki mata. Sebagai pengganti mata, cacing mempunyai prostomium, yaitu organ syaraf perasa yang berbentuk seperti bibir yang menutupi mulutnya.
Untuk dapat bergerak cacing menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Lendir ditubuhnya memudahkan dia bergerak dalam tanah. Ditubuhnya terdapat yang sebut seta, seta adalah sejenis rambut yang relatif keras dan pendek, seta menempel pada tubuh cacing dan seta mempunyai daya lekat yang kuat, sehingga cacing dapat melekat kuat pada satu benda.
Dalam beternak cacing tanah secara komersial seyogyanya digunakan bibit yang sudah ada di pasaran dan diperjualbelikan karena diperlukan pengembangbiakan dalam jumlah yang besar. Namun, bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yang diperoleh dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan. Hal ini jika anda ingin sekedar belajar beternak cacing sebelum melakukan usaha peternakan cacing secara komersial dalam skala besar.Cacing tidak memiliki alat pernapasan, untuk bernapas dia mengandalkan kulitnya. Cacing tanah bereaksi negatif terhadap sinar matahari atau sinar lainnya. Cacing mempunyai klitelum, yang berguna untuk perkembangbiakannya. Masa hidupnya sekitar 1 – 5 tahun.
Cacing Lumbricus Rubellus
Ciri Fisik : Panjang tubuh maksimal 7,5 sampai 9 cm, Warna tubuhnya merah kecoklatan, Bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor tumpul dan berwarna kuning, Gerakannya lamban
Cacing African Night Crawler (ANC)
Ciri Fisik :
Panjang tubuh maksimal 30 sampai 35 cm , Warna tubuhnya merah kecoklatan , Bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor runcing dan berwarna pucat, Gerakannya lamban
Cacing Perionyx Excavatus
Ciri Fisik : Panjang tubuh maksimal 20 sampe 25 cm, Warna tubuhnya merah coklat kebiru biruan, Bentuk tubuh bulat, Gerakannya lincah
Cacing Tiger (Eisenia Fetida)
Ciri Fisik:
Panjang tubuh maksimal 10cm, Warna tubuhnya merah kecoklatan dengan garis tubuh atau segmen terlihat jelas, Bentuk ekor tumpul dan berwarna kuning
Cara Budidaya dan Manfaat Cacing Tanah
CACING tanah termasuk hewan tingkat rendah, karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) dan termasuk kelas Oligochaeta. Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi kita, terutama bagi masyarakat di perdesaan. Di balik bentuknya yang menjijikkan, ternyata hewan ini mempunyai potensi sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Anda mungkin tidak tahu, bahwa ternyata banyak yang membutuhkan cacing ini. Bahkan, di pasar luar negeri kebutuhan cacing tanah cukup besar. Korea Selatan misalnya, membutuhkan cacing tanah sekitar 35.000 ton per bulan untuk dijadikan pakan ayam.
Untuk keperluan pasar ekspor ini, cacing tanah bukan hanya dijadikan sebagai pakan ternak tetapi juga sebagai bahan baku lain. Di Cina, cacing jenis ini digunakan sebagai obat tradisional. Di Prancis dan Italia, cacing ini dijadikan bahan kosmetika untuk menghaluskan dan melembutkan kulit.
Sementara di Jepang dan beberapa negara Eropa, dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Di Indonesia sendiri, cacing tanah sudah mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.
Dengan aspek ekonomisnya yang cukup menjanjikan, bahkan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, tak salah jika saat ini banyak masyarakat yang membudidayakannya.
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
Berbagai Manfaat Melihat berbagai manfaat inilah, maka cacing tanah jika dikelola secara baik dan benar bisa menjadi usaha yang lumayan menguntungkan. Jika Anda mampu mengolah proses produksi sejak hulu hingga hilir, tentu keuntungan bisa makin berlipat.
Yang pertama kali harus dilakukan dalam membudidayakan hewan ini adalah persiapan sarana dan peralatan. Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat.
Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Di dalamnya, dibuat rak-rak bertingkat sebagai wadah-wadah pemeliharaan.
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah, kotoran hewan, dedaunan/buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran, kardus, kayu lapu, bubur kayu.
Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air, kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.
Kemudian yang tak kalah penting adalah proses pembibitan. Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
Sebaiknya, dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan pengembangbiakan dalam jumlah yang besar. Namun, bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yang diperoleh dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
Bibit Cacing Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada, tidaklah sekaligus dimasukkan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit.
Beberapa bibit cacing tanah diletakkan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media.
Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah, berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya, bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media.
Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor.
Diperkirakan, 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
Pakan Untuk pemeliharaannya, yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 kg.
Secara umum, pakan cacing tanah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan, adalah pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender. Bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.
Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah.
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).
Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya.
Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikkan sarang. Di balik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang di balik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.
Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas.
Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan siap di panen. Mudah bukan? Anda tertarik untuk membudidayakannya? (Dela SY, berbagai sumber-12)