Burung Gagak Banggai, Endemik Sulawesi dan Langka

Burung Gagak Banggai, Endemik Sulawesi dan Langka - Selamat Datang Di Informasi Bisnis dan Budidaya Dalam web KICKBISNIS.COM, anda akan menemukan berbagai macam peluang bisnis dan usaha yang menjanjikan peningkatan perekonomian keluarga anda. Info yang anda temukan pada kami kai ini adalah Burung Gagak Banggai, Endemik Sulawesi dan Langka, Siahkan anda simak baik baik ulasan peluang usaha yang akan kami sampaikan di bawah ini , Semoga saja tulisan ini cocok dengan apa yang anda cari selama ini. Selamat Mencoba dan Semoga Sukses.

lihat juga


Burung Gagak Banggai, Endemik Sulawesi dan Langka

Jenis Burung Langka, Gagak Banggai Yang Terancam Punah
Burung Gagak Banggai, Pernah Dianggap Sudah Punah

Gagak banggai atau Corvus unicolor, adalah anggota dari gagak dari famili Banggai di Indonesia. Gagak ini terdaftar sebagai Spesies Kritis oleh IUCN dan pernah dianggap punah, namun akhirnya ditemukan kembali. Menurut Wikipedia Nama ilmiah burung gagak banggai adalah: Corvus unicolor. Gagak Banggai atau Corvus unicolor merupakan burung endemik Sulawesi yang langka. Saking langkanya burung Gagak Banggai termasuk dalam daftar 18 burung paling langka di Indonesia.
Burung gagak banggai (Corvus unicolor), merupakan jenis burung dari keluarga burung gagak. Burung gagak banggai pernah dinyatakan punah oleh para ahli burung. Pada tahun 2007, temuan penting burung gagak banggai di Pulau Peleng, Sulteng dirilis. Dalam sebuah ekspedisi ilmiah tersebut dijumpai burung gagak banggai beberapa kali di Pulau Peleng. Pada saat ini IUCN mencatatnya dalam status sangat terancam punah.

Burung Gagak Banggai diketahui dari dua spesimen yang ditemukan antara tahun 1884-1885 dari salah satu pulau di kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Setelah itu Gagak Banggai tidak pernah dijumpai hingga pada 2008 seorang ornitologis (ahli burung) Indonesia Muhammad Indrawan memfoto dua spesies Gagak Banggai di pulau Peleng, salah satu pulau di kepulauan Banggai.
Burung Gagak Banggai (Corvus Unicolor) atau lebih di kenal dengan burung kuyak, satu-satunya buruk gagak yang ternyata hanya ada di alam Banggai Kepulauan (Bangkep). Burung dengan ciri berukuran lebih kecil dari gagak biasa dengan panjang rata-rata 39 sentimeter, warna kecoklatan, pemakan serangga dan sering naik turun bukit secara berkelompok antara 3 sampai 5 ekor. Burung ini pertama kali di temukan pada tahun 1898. Saat itu penduduk setempat menjual dua ekor gagak Bangkep yang sudah mati kepada seorang pedagang asal Jerman bernama Menden. Sang pedagang pun menjual menjual burung gagak tersebut kepada dua peneliti Inggris, dan pada tahun 1900 burung itu di bawa ke negeri asal peneliti. Pada 1991 dan 1996, peneliti asing pernah datang di Bangkep untuk mencari gagak Banggai yang masih hidup. Namun pencarian mereka gagal sehingga sempat diduga burung gagak Banggai sudah punah. Namun kabar baik pun muncul, kerena peneliti biologi konservasi berhasil menemukan kembali burung gagak Banggai, dari penemuan ini, maka terbantahkan anggapan yang menyatakan burung langka tersebut telah punah. Namun, belum ada kepastian barapa jumlah burung yang masih hidup dialam Bangkep.
Burung Gagak Banggai (Corvus unicolor) merupakan burung endemik yang hanya ditemukan di kepulauan Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah). Habitat burung langka ini adalah hutan dengan ketinggian hingga 900 meter dpl.

Setelah sekian tahun tidak diketahui keberadaannya baru pada tahun 2008 burung endemik ini ditemukan kembali. Populasinya diperkirakan hanya berkisar antara 30-200 ekor dan hanya bisa dijumpai di bagian barat dan tengah pulau Peleng, pulau dengan luas 2.340 km² yang merupakan salah satu di Kepulauan Banggai. Karena populasinya yang kecil dan tunggal (hanya terdapat dalam satu lokasi) serta ancaman rusaknya hutan sebagai habitat alaminya, Gagak Banggai (Corvus unicolor) dievaluasi oleh IUCN Redlist dalam status konservasi Critically Endangered sejak tahun 2005. Gagak Banggai menjadi salah satu dari 18 burung paling langka di Indonesia dengan status Critically Endangered (kritis).
Blogger
Disqus

Tidak ada komentar